Rabu, 20 April 2011

SYARIAT ISLAM: MENJAWAB TUDUHAN MIRING


Tuntutan pemberlakuan syariat Islam kembali mengemuka. Dorongannya adalah kesadaran bahwa hanya syariat Islam sajalah yang mampu menjawab berbagai persoalan yang tengah membelit negara ini, baik di lapangan ekonomi, politik, sosial, budaya dan pendidikan; setelah ideologi sosialisme-komunisme dan kapitalisme-sekularisme gagal memenuhi harapan.


Akan tetapi, dalam kenyataannya, gagasan mulia itu tidaklah mudah untuk diwujudkan. Banyak ganjalan yang dihadapi, bukan hanya datang dari kalangan non-Muslim, tetapi juga dari sebagian umat Islam sendiri; termasuk tokoh-tokohnya. Sebenarnya, hal ini karena: 

Pertama, adanya sejumlah kesalahpahaman terhadap syariat Islam sedemikian rupa. Bagi sebagian kalangan, syariat Islam menjadi sesuatu yang sangat menakutkan, mencengkeram kebebasan, dan seolah akan memundurkan kehidupan masyarakat modern sekarang ini ke ‘zaman batu’.

Kedua, memang ada kesengajaan dari kalangan tertentu untuk menciptakan stigma (cap) negatif terhadap syariat Islam dan melakukan berbagai upaya untuk terus memelihara ketakutan dan ketidaksukaan masyarakat pada syariat Islam. 

 Ketiga, pada kenyataannya, apapun yang dikatakan sebagai kebaikan-kebaikan yang akan diberikan syariat Islam belumlah terwujud secara nyata dalam kehidupan masyarakat karena memang, syariat Islam belum total diterapkan. Semua itu masih sebatas wacana, kecuali pada realitas sejarah yang tidak bisa dihayati oleh semua orang karena hal itu memang terjadi di masa lampau.
Berkenaan dengan gagasan penerapan syariat Islam, ada sejumlah tuduhan miring yang dilontarkan, yang kemudian menimbulkan kesalah-pahaman di tengah masyarakat. Di antaranya adalah (1) Syariat Islam hanyalah untuk umat Islam. Islam hanya bisa diterapkan dalam masyarakat yang homogen, yang semua anggotanya beragama Islam. (2) Bila syariat Islam diterapkan, ada ketakutan bahwa kelompok non-Muslim akan hidup tertindas. (3) Penerapan syariat Islam akan membawa kemunduran masyarakat; modernisasi akan terhenti dan masyarakat akan kembali hidup seperti layaknya masyarakat terbelakang.
Masih banyak lagi tuduhan-tuduhan miring yang lainnya. Benarkah semua tuduhan-tuduhan itu?

Menjawab Tuduhan
Islam adalah risalah yang diturunkan Allah SWT untuk seluruh umat manusia, tidak hanya untuk umat Islam saja. Nabi Muhammad saw. pun diutus Allah bukan hanya bagi umat Islam, melainkan untuk seluruh manusia.
Allah SWT memerintahkan agar syariat Islam diberlakukan bagi semua orang yang hidup di bawah naungan Daulah Islamiyah. Di antara ayat al-Quran yang memerintahkan itu adalah:
Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab ini (al-Quran) kepadamu dengan membawa kebenaran supaya engkau menghukumi manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu. (TQS an-Nisa’ [4]: 105).

Ayat tersebut (dan ayat-ayat senada) bermakna umum untuk seluruh manusia. Artinya, syariat Islam bukan hanya wajib diberlakukan bagi pemeluk-pemeluknya melainkan untuk semua manusia. Selain itu, siapapun yang membaca sirah Rasul akan mengetahui bahwa negara yang beliau bentuk di Madinah bukan hanya terdiri dari kaum Muslim. Bersawal dari Madinah, Islam selanjutnya mampu menyatukan Jazirah Arab yang terdiri dari banyak kabilah dengan keyakinan yang berbeda-beda.

Dengan demikian, secara i’tiqâdî, anggapan bahwa penerapan syariat Islam hanya dapat diterapkan di tengah-tengah masyarakat yang seluruhnya Muslim adalah tidak tepat.

Dalam Islam, warga non-Muslim mendapatkan kebebasan dalam memilih agama yang akan dipeluknya karena memang Allah SWT tidak memaksa setiap orang untuk masuk Islam. Mereka juga bebas untuk mengikuti ketentuan agama masing-masing sepanjang menyangkut masalah-masalah akidah, ibadah ritual, makanan, minuman, pakaian, perkawinan, perceraian, dan ‘acara perdata’ lainnya. Sementara itu, menyangkut muamalah- baik masalah politik, ekonomi, sosial, budaya dan pendidikan-seluruh anggota masyarakat, baik Muslim maupun non-Muslim (tanpa kecuali), harus tunduk pada syariat Islam. Dengan cara itu, kebaikan syariat Islam akan dirasakan oleh semua anggota masyarakat.

Sebagai misal, ketika Islam menetapkan sebuah sistem ekonomi yang berlandaskan pada prinsip syariat, sistem itu adalah untuk seluruh masyarakat tanpa memandang apakah Muslim ataupun non-Muslim. Ketentuan larangan riba dan judi serta penggunaan mata uang dinar dan dirham misalnya, akan membuat ekonomi masyarakat tumbuh secara nyata (bukan semu seperti dalam sistem ekonomi kapitalis yang ditopang oleh kegiatan ekonomi ribawi dan perjudian), stabil (karena bertumpu pada kegiatan ekonomi real) serta ditopang oleh mata uang yang juga benar-benar kuat dan tidak mudah mendapat tekanan inflasi serta depresiasi.

Contoh lain, ketentuan Islam bahwa komoditas milik umum seperti minyak, hutan, gas alam, emas, dan barang mineral lain adalah milik umum dan karenanya harus dikelola hanya oleh negara yang hasilnya diberikan kepada seluruh rakyat, baik secara langsung (dalam bentuk barang yang murah) atau tidak langsung (melalui berbagai pelayanan yang diperlukan oleh rakyat seperti pendidikan dan kesehatan) akan membuat rakyat-Muslim maupun non-Muslim) merasakan manfaat dari kekayaan sumberdaya alam yang dimilikinya. Pertumbuhan ekonomi yang nyata dan stabil akan menghasilkan kesejahteraan bagi semua rakyat dan memupus jurang atau ketimpangan sosial-ekonomi di antara anggota masyarakat seperti yang biasa terjadi dalam sistem kapitalis. Kebaikan dari sistem ekonomi seperti ini akan dirasakan oleh semua anggota masyarakat baik Muslim maupun non-Muslim.

Begitu pula ketika Islam menerapkan sistem pendidikan, menjaga keamanan, jiwa, harta, dan kehormatan; semua itu diberlakukan untuk semua warganya, baik Muslim maupun non-Muslim. Lebih dari itu, syariat Islam pun bahkan menjamin kemanan kafir mu’ahid (kafir yang terikat perjanjian dengan negara/khilafah). Rasulullah saw., sebagaimana dituturkan oleh Abu Hurairah, bersabda:
Siapa saja yang membunuh seorang kafir mu’ahid yang dijamin oleh Allah dan Rasul-Nya tidak akan mencium bau surga, padahal bau surga itu akan dapat tercium dari jarak perjalanan tujuh puluh tahun. (HR Ibn Majah).
Artinya, saat hidup di bawah syariat Islam mereka tidak boleh dipaksa masuk Islam dan tidak boleh diperlakukan secara tidak baik.

Syariat Islam Melindungi Warga Non-Muslim
Dalam sejarah peradaban Islam, bisa dikatakan bahwa tidak pernah penerapan syariat dilakukan hanya dalam masyarakat homogen atau yang seluruh warganya Muslim. Masyarakat yang berhasil dibentuk di Madinah di awal perkembangan Islam misalnya atau di Irak dan Mesir pada perkembangan selanjutnya, selalu ada di dalamnya warga non-muslim. Islam memang tidak memaksa orang untuk memeluk akidah Islam. Warga non-Muslim, sekalipun berada dalam masyarakat Islam (seperti saat Rasulullah memimpin di Madinah atau ketika Islam telah berkembang sampai ke Irak atau Mesir), hidup dengan damai di tengah-tengah masyarakat Islam. Mereka diperlakukan sebagai ahl-dzimmah yang harta, jiwa, dan kehormatannya dilindungi oleh negara/daulah.

Siapa saja yang mencederai warga non-Muslim, mengambil harta mereka, atau menodai kehormatan mereka akan dihukum setimpal kendati pelakunya beragama Islam. Dalam hal ini, ahl-dzimmah diperlakukan sama dengan warga Muslim. Andai Islam tidak memiliki ketentuan yang gamblang tentang bagaimana memperlakukan warga non-Muslim dan perilaku orang-orang Islam (katakanlah seperti serdadu Serbia yang membantai secara sadis warga Bosnia), niscaya tidak akan lahir mantan Sekjen PBB, Boutros Boutros Ghali, anak keturunan suku Koptik di Mesir yang beragama Kristen dan Deputi PM Irak, Thariq Azis, yang juga beragama Kristen, karena nenek moyangnya keburu habis dibantai. Spanyol yang selama sekitar 800 tahun dikuasai oleh Islam disebut Spanyol in Three Religion, karena di samping Islam, eksis pula agama Yahudi dan Nasrani yang pemeluknya hidup damai dan sentosa.

Sepanjang sejarah kehidupan Islam, tidak tercatat pengusiran apalagi pembantaian warga minoritas non-Muslim oleh mayoritas Muslim. Yang ada justru sebaliknya, pengusiran warga Muslim oleh mayoritas non-Muslim di mana-mana, seperti yang terjadi di Bosnia, Kosovo, Timor Timur, dan sebagainya.

Kemasyhuran budi orang-orang Islam yang elok dan ketangguhan sistem Islam dalam melindungi warga non-Muslim ini membuat Islam dengan mudah masuk ke berbagai wilayah yang semula penduduknya non-Muslim. Amr bin Ash ketika menaklukkan Mesir yang ketika itu dikuasai oleh Romawi Kristen, dibantu oleh penduduk suku Koptik yang juga beragama Kristen. Pasukan Islam bahkan dielu-elukan di kanan kiri jalan oleh penduduk ketika masuk Polandia.

Bila terbaca bahwa Islam juga mencita-citakan tegaknya sebuah adikuasa melalui Khilafah Islam yang akan menaungi umat Islam seluruh dunia di bawah kepemimpinan seorang Khalifah, semata-mata sebagai satu-satunya sarana yang ditetapkan oleh syariat untuk sempurnanya pelaksanaan syariat Islam secara menyeluruh. Khilafah berfungsi untuk melindungi warganya, Muslim dan non-Muslim, serta mewujudkan kehidupan yang Islami, damai, sejahtera dan sentosa. Khilafah juga melakukan dakwah dan jihad yang berfungsi sebagai kekuatan untuk menggerakkan penyebaran risalah Islam yang berintikan kalimah tauhid dan akan membentuk Tata Dunia Baru yang sangat berbeda dengan tata dunia yang dibentuk oleh negara-negara Barat sekarang ini.

Melalui tata dunia yang ada, Barat menyebarkan ideologi sekularisme. Di bidang ekonomi menyebarkan kapitalisme yang eksploitatif; di bidang politik menyebarkan pertentangan; di bidang budaya menyebarkan budaya permisif yang berintikan amoralisme; di bidang pendidikan menyebarkan materialisme. Lembaga-lembaga dunia seperti PBB, IMF dan World Bank dibentuk semata-mata untuk melancarkan semua tujuan-tujuan ideologisnya itu. 

Penindasan dan eksploitasi seakan menjadi tindakan sah setelah dilegalkan oleh badan-badan dunia bentukan negara-negara Barat itu. Sementara itu, melalui Khilafah Islam, Islam akan menyebarkan tauhid yang berintikan pembebasan manusia dari penghambaan kepada manusia menuju penghambaan kepada Sang Pencipta Alam Semesta. Melalui syariat yang harus dilaksanakan sebagai konsekuensi dari tauhid, akan tercipta tatanan ekonomi yang adil, budaya yang luhur, pendidikan yang meneguhkan visi dan misi penciptaan manusia, dan hubungan antar negara yang didasarkan pada prinsip-prinsip akidah Islam. Lebih dari 1000 tahun Khilafah Islam memimpin dunia dan telah berhasil membentuk peradaban yang agung. Sebaliknya, kurang dari 200 tahun, dominasi ideologi Barat yang kapitalistik-sekularistik memunculkan peradaban yang kacau, pertentangan, eksploitasi, perang tiada henti, ketidakadilan, dan sebagainya.

Syariat Islam Membentuk Masyarakat Modern yang Beradab

Islam tidak menolak modernisasi, bahkan bila dirunut dalam sejarah, justru Islamlah yang mengajari Barat yang sekarang dianggap sebagai kiblat modernisasi, ketika mereka tengah hidup di abad kegelapan, menemukan dasar-dasar kehidupan modern. Melalui pengembangan sains dan teknologi yang berkembang pesat di masa kejayaan Islam, peradaban Islam telah memberikan kontribusi luar biasa bagi kemajuan Barat.

Islam melalui syariatnya bukan akan menghentikan modernisasi, melainkan meletakkan modernisasi agar tetap dalam kerangka pengabdian kepada Allah. Bila modernisasi diartikan sebagai pengembangan madaniah, yakni produk-produk teknologi yang bersifat material guna peningkatan mutu, keamanan, kenyamanan, dan kemudahan dalam kehidupan manusia (baik dalam bidang komunikasi, transportasi, produksi, kesehatan, pendidikan, perumahan, makanan, pakaian dan sebagainya), Islam sama sekali tidak keberatan. Hal itu akan diteruskan, bahkan akan ditingkatan oleh Islam. Artinya, manusia boleh saja menggunakan semua perangkat hasil pengembangan sains dan teknologi. Hanya saja, pola kehidupannya baik dalam konteks kehidupan pribadi, keluarga, maupun masyarakat haruslah tetap dalam koridor syariat. Yang dikembangkan Islam bukanlah modernisasi yang memurukkan derajat manusia sebagaimana kini terlihat dalam kehidupan Barat, yang telah menghalalkan yang diharamkan Allah dan mengharamkan yang dihalalkan-Nya.

Khatimah
Nyatalah Islam dengan syariatnya merupakan kebaikan bagi seluruh manusia yang diturunkan Allah Pencipta Manusia. Allah SWT berfirman:
Tiadalah Kami utus engkau (Muhammad) melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam (TQS al- Anbiya [8]: 107).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan Komentar....